Review di bawah ini ditulis oleh si pacar, @sarahpuspita, sebagai salah satu dari beberapa ribu orang yang menonton #FilmLuntangLantung di hari pertama rilis, 8 Mei 2014. Mungkin bisa dijadikan acuan dan justifikasi untuk nonton #FilmLuntangLantung di hari-hari mendatang.
—
Mungkin, banyak dari kita yang meragukan kualitas sebuah buku yang diangkat ke layar lebar. Gue, udah jelas termasuk di antaranya. I always think that my imagination is the best. Bisa ditebak, seringnya, gue kecewa sama film yang diadaptasi dari buku atau novel yang sebelumnya udah gue baca.
Awalnya, gue pun skeptis sama Luntang-Lantung. Gue udah baca novelnya, and I love it so much. Gak rela rasanya kalo filmnya nggak sebagus bukunya. Apalagi, Luntang-Lantung ini genre-nya komedi. Bayangin deh kalo lo udah hapal semua jokes-nya. Garing banget nggak sih pas nonton? Krik.
Tapi berhubung gue terlanjur penasaran, akhirnya ikutlah gue nobar bareng Roy dan temen-temennya. Tepat di hari Luntang-Lantung muncul di bioskop, kami janjian di Planet Hollywood. Untungnya, jalanan gak terlalu macet. Sampe di sana, kami beli tiket, makan, trus nongkrong nungguin pintu studio dibuka.
Setelah pengumuman pintu studio telah terbuka, kami semua langsung masuk dan duduk dengan manis. Waktu film mulai dan di layar ada tulisan “diadaptasi dari novel komedi laris karya Roy Saputra”, gue tepok tangan sendirian dengan kampungannya. Actually mau sambil berdiri, tapi takut disambit sendal karena di belakang gue ada orang. Ketika Ari Budiman muncul di layar kemudian dengan komunikatif ngomong di depan kamera, somehow I know this movie would be interesting. Kapan lagi ya bok, diajak ngobrol sama Mas Dimas? *ikrib*
Selesai nonton, gue mencatat setidaknya ada lima highlight dari film Luntang-Lantung yang memorable menurut gue. Ini bisa alasan kenapa kalian harus nonton meskipun udah baca novelnya. Here you go:
1. Suketi Kuncoro
Bagi yang udah baca novelnya, pasti udah familiar kan sama yang namanya Suketi Kuncoro? Di #FilmLuntangLantung, sosok Jawa ini diperankan oleh Mu-had-kly Acho (finally! Susah lho, spelling nama Acho dengan benar T_T). Acho sendiri, waktu gue tanya ke Roy, tuh suka pake dialek Betawi asli kalo lagi stand up comedy. Tapi waktu jadi Suketi, buseeet, kagak ada sama sekali Betawi-Betawi-nya. Dese pyuuur orang Jawa yang medok pol, ngomongnya pelan, dan default setting mukanya selalu terjajah.
Setiap Suketi muncul di layar, gue selalu ngakak ngeliat ekspresi mukanya. Tambah ngakak kalo dia buka mulut buat ngomong dengan logat Jawa-nya itu. Gue sampe langsung bisik-bisik ke Roy, “Ih, Acho ini kok pas banget ya jadi Suketi! Alami!”
He’s definitely a scene stealer. Standing ovation deh! Cuintak! Continue reading